Thursday, April 19, 2012

Bayangan Semu [ 3 ]


“Tsani Aviciena, “
 “Tsani Aviciena !“ “Sena!” “Sena?!” panggil bu widya berulang kali. “ Tsani Aviciena ? “ ucapnya kesal.
“ Hh.. iya ada bu “ mengacungkan tangan, membuyarkan segala lamunannya.
                        ***
            “Hiks…Hiks..Hiks…,” isak sena dalam kamar, memandang coretan-coretan puisi yang di buatnya.
            “Diamond Sweet pea” sekali lagi Sena mengoreskan tinta pena hitam kelamnya  itu di bagian akhir dari setiap akhir tulisannya tepat di pojok kanan bawah buku tebal yang mampu memuat segala keluh kesahnya. Sena menutup bukunya dengan air mata yang bercucuran, dia tak bisa menahannya. Rambutnya yang jatuh menimpa wajahnya tampak basah oleh air mata yang membanjir.
            Yah, buku yang mampu membawa sena ke dalam khayalnya.Buku bersampul kulit kambing tebal itu, tertulis Sweet Smile di bagian covernya. Entah apa yang terfikir oleh si pemberi buku itu, justru kebalikan dari catatan-catatan yang tertulis di dalamnya, tentang kehampaan, kesedihan, kerinduan, kegelisahan yang menghampirinya. Semenjak pemberi buku itu hilang setahun yang lalu.
            “Sudah malam sena, apa kamu ngak tidur?” Tanya ibu sena dari pintu kamarnya yang terbuka.
“Kamu tahu kan kalau manusia di anjurkan tidur 8 jam? Mengapa selalu tidur larut malam..,” tambahnya.
            Sena cepat-cepat mengusap pipinya, dia tak ingin ibunya tersebut mengetahui kalau sena sedang menderaikan air matanya. “Iya bu, Sena juga mau tidur!” sahutnya tanpa menoleh.
            Ibunya bergeming sebentar, lalu melangkahkan kakinya menuruni anak tangga menuju kamarnya. Sena menaruh buku tebalnya di balik bantal, dan menutup malam ini dengan kerinduan.
                 ***
            Alarm pukul 03.30 sudah berdering, namun sena hanya mematikannya kembali dan kembali tidur lagi. “sebentar lagi” ucapnya lirih sembari kembali memeluk gulingnya.
            “Sena, bangun.. Udah lewat shubuh. Nanti kamu terlambat Rekreasinya lho.. “ gugah Ibu sena yang masih terselubungi Mukena putih batik bunga miliknya. Sena langsung mengerjap, bangkit dari tidurnya dan menguap sambil melihat jam alarmnya yang menunjukkan pukul 04.15 Wib
            “Iya bu.. Terima kasih,” sahutnya pendek lalu turun dari kasurnya dan turun ke lantai bawah menuju kamar mandi.
            Selesai sholat, dia kembali menuju kamarnya dan merapikan kamarnya, tak lupa menyembunyikan kembali buku tebalnya yang ada di balik bantal.
            “Semoga hari ini aku menemukannmu,” ungkapnya dalam hati.
            “Sen.. kamu ngak sarapan dulu? “ tawar ibu sambil membereskan dapur. Sena keluar dari kamarnya menuju kaca yang ada di dekat dapur, diam masih membenarkan ikatan rambutnya.
“Perjalannya jauh kan? Ke Fog Villege itu seengaknya 3 jam bukan?”
“Hm.. Iya bu, Tapi sena lagi malas makan.”
“ Lho kok gitu.. nanti di tengah perjalanan kamu sakit lho..”
“Ngak ah bu, ngak papa”
“Yang bener? Ya udah ini kamu bawa ya, nanti di bus di makan. Di jaga kesehatannya itu!” menyelipkan bungkus roti ke dalam tas ransel sena.
“Terima kasih bu,”
“Perlengkapan kamu udah di cek semua?”
“Sudah Ibuku sayang” ucap sena sedikit kesal kepada ibu single parent nya yang rada cerewet ini.
“Sena berangkat dulu ya bu” menyalami tangan ibunya.
“Assalamualaikum” Berlalu dari hadapan ibunya
“Waalikumsalam” sahut ibunya
“Hati-hati ya nak, Jangan lupa ibu bawakan oleh-oleh”
“Siap !” menoleh ibunya dan melangkah keluar rumah menuju halte bus yang ngak jauh dari komplek perumahan sederhananya.
            Sena berjalan di trotoar menuju Halte bus dengan tujuan ke sekolahnya, Terbersit di hatinya nama pemberi buku, tapi dia segera menghilangkannya. Dia meneruskan langkahnya dan dan berharap dia tak sampai terlambat rombongan Rekreasi kelulusannya .Benar saja sesampainya di halte bus, bus pukul 06.00 sudah tiba.

                                ***
            “Cuit…Cuit…Cuit…” suara segerombolan burung terbangmeninggalkan pohon yang tumbuh di samping halte bus depan sekolah. Antara gerbang masuk dan Halte, terbang bebas ke langit yang biru.
            Hangatnya mentari pagi menambah riuh suasana yang tercipta. Suara-suara ceria terdengar di sana-sini, senyuman, gelak tawa, senyum menganga menyebar di seluruh sudut depan gerbang sekolah sena. Putih abu-abu yang telah terlewati dengan susah payah, akahirnya terbayarkan dengan kelulusan ini.
            “Hay..” sapa Alfian.
            “Hay juga..”
            “ Murung ajah ni, kelihatannya. Senyum dong kita kan mau menikmati liburan kelulusan kita.” Seru alfian
Secara tiba-tiba Raysa datang mengeluarkan suara dehemannya yang keras. “Ehem..Ehem…”
            “Apasih..?” sahut alfian
            “Haha.. masih lanjut ajah nie PEDEKATENYA” dengan nada sedikit meledek. “Oh iya sih.. habis ini kan kita berpencar-pencar seperti burung yang mencari langitnya masing-masing dan menemukan bintang impiannya.” Lanjut Raysa Sahabat Sena.
            “Dah tahu jawannya gitu kok, masih ajah nanya!” sahut alfian kesal.
            “Sudah..sudah…jangan bertengkar terus,sudah mau berpisah masa kita meninggalkan kesan yang buruk pada masing-masing pribadi, ibu widya sudah mengkomando kita untuk masuk bus tuh, ayo!” sentak sena menengahi pembicaraan antara alfian dengan Raysa.
            “Wah..  mulai lagi ne, iya bu guru.. haha” dengan gaya nada menyindir ala raysa.
            “Sen…”
            “Apa”
            “Duduknya sama aku ya? Please…”
            “Enggak..!”
            “Ayolha.. jangan gitu dong, ini kan terakhir kita mau menghabiskan waktu bersama, ayolah sen…. Mau ya.. mau ya…!”
            “Sekali enggak, ya tetep enggak!” jawab ketus sena.
            “Nanti kamu sama siapa?”
            “Ama Gue..!” jawab Raysa
            “Ganggu ajah seh lo!” alfian memerah
            “Lho.. nyolot yah”
            “Sudah.. sudah.. Ayo!” lerai Sena.

                            ***
            Semua murid kelas XII IPA sudah bersiap dan berada dalam bus dengan tempat duduknya masing-masing. Sena bersebelahan dengan Raysa, sahabat yang di temuinya 3 tahun lalu saat bersekolah di sini. Sena mengeluarkan Headsetnya mengatur lagu yang telah dia persiapkan malam sebelumnya.
            “I'm walking up from my summers dreams again,try to thinking if you're alright, then I'm shattered by the shadows of your eyes, knowing you're still here by my side.” Lagu bondan not with me, mengalun lembut di telinganya sambil menatap jalan di balik jendela bus yang bersih, Menggambarkan suasana hatinya.
            Sementara Bu widya selaku wali kelas dan penanggung jawab dari acara liburan ini mengabsen murid-muridnya. Pada absent ke 27 bu widya mengalami kesulitan.
“Tsani Aviciena, “
 “Tsani Aviciena !“ “Sena!” “Sena?!” panggil bu widya berulang kali. “ Tsani Aviciena ? “ ucapnya kesal.
“ Hh.. iya ada bu “ mengacungkan tangan, membuyarkan segala lamunannya. Setelah di senggol Raysa.
“Ada apa sih sama kamu, sepertinya kurang bahagia gitu. Kebanyakan murung. Terserang virus galau ya?” canda raysa.
“Ngak kok, ngak ada apa-apa” jawabnya sembari kembali membetulkan headsetnya dan menghadap jalan.
“Hm.. Yaudah!” raysa kesal di cuekin sena.
Sena kembali kedalam lamunannya dia berteriak dalam hati “Aku di sini.. berteman sepi dalam keramaian, sungguh bertolak belakang bukan? Aku ingin engkau hadir di sini………” Bersandar di pinggiran jendela bus, menatap lau lalang perempatan depan sekolah yang akan segera di tinggalkannya menuju tujuan rekreasinya.
Tak lama kemudian Bu widya selesai mengabsen dan di beritahukan kepada semua penumpang bahwa terjadi sedikit gangguan pada bus, sehingga mengakibatkan jadwal keberangkatan mundur. Sena tak menggiraukan, dia masih termanggu menatap jauh, entah jalan yang di tatapnya atau tatapan kosong yang ada di matanya.
Beberapa menit kemudian. Mata sena membulat, menajam. Jantungnya berdegup kencang, Nafasnya tak teratur, mulutnya membentuk huruf 0. Bukan karena sebuah penyakit tengah menyerangnya akan tetapi dia melihat sosok yang selama ini dia tulis dalam bukunya, buku Sweet Smile, pemberi buku itu. Sosok yang selama ini dia tunggu. Dia nantikan, dia fikirkan, dia rindukan ke hadirannya. Sekarang tepat ada di depan mata.
Seorang laki-laki mengendarai sepeda motor miliknya di seberang jalan, di bawah lampu 3 warna di depan garis hitam putih yang menghias jalan dari tepi jalan ke tepi seberangnya. Lampu sedang berwarna Merah. Dia berhenti untuk 59 detik.
“Wajah berseri itu, senyum simpul itu, jaket biru itu, itu dirimu Sani          !” katanya dalam hati. Sena mengusap kedua matanya.
“Ini nyata atau hanya bayangan semu?” pekiknya dalam hati. “Ini terlalu nyata sena” hatinya membalas.
Laki-laki itu menoleh ke arah bus dan melihat sena, dia melemparkan senyum ke arah sena. Segera saja Sena tanpa membalas senyuman itu dia segera beranjak dari tempat duduknya, melepaskan headset yang tadi di kenakannya. Menabrak Raysa yang sedang duduk di smapingnya, menyusuri deret bangku yang telah terisi penuh oleh teman sekelasnya. Dia sempat terjatuh saat melewati, namun dia segera bangkit.
Sahabat sena yang menyadari ke anehan Sena dari tadi pagi berteriak kepadanya.
“Sena.. Sena..! mau kemana?”
Tak di gubrisnya teriakan Raysa
            Bu widya yang berada di pintu keluar bus pun menanyakan apa keinginnanya keluar dari bus. Tapi. Tetap saja sena tak menghiraukan. Karna dia tak ingin sampai Lampu yang tadinya menyala merah terang berubah menjadi hijau, dia mengejar waktu.
            “Aku tak ingin engkau pergi lagi Sani” gumamnya dalam hati menjawab semua pertanyaan yang mengkhawatirkannya.
            Sena mempercepat langkahnya, melangkah, dan berlari melewati jalan. Dia tak mengiraukan suara-suara melarang dari teman-temannya.
            Semakin cepat, akhirnya dia keluar dari bus dia tidak melangkah lagi, tapi berlari, berlari mengejar waktu. Dia tak mengindahkan apa yang selama ini di ajarkan ibunya kepadanya, menyebrang jalan dengan menolah kanan kiri. Dia berlari, dan Raisya berteriak…
            “Awaaaaaaaasssssssss………..!!!” cukup panjang dan keras untuk sampai masuk ke telinga sena.

http://www.mylivesignature.com/signatures/54490/143/020AD60BE97FAE523F3E7F7ED38312CE.png


No comments:

Post a Comment